Rabu, 20 Mei 2015

Reformasi


Masalah-masalah besar yang menimpa kita sebagai manusia, sebagai warga negara, sebagai rakyat Indonesia, sebagai kumpulan masyarakat. Tidak terutama terletak di toko-toko yang terbakar, tidak terutama terletak pada ratusan manusia yang dibantai dan terusir keluar kampung halamannya, tidak terutama terletak pada bentrok terus menerus yang terjadi di berbagai tempat, juga tidak terletak di pedang yang diacung-acungkan atau barangkali peluru yang ditembakkan.

Masalah yang besar itu terutama sesungguhnya terletak di dalam kepala dan dada kita sendiri, terletak di dalam cara kita menyikapi hidup, terletak di dalam pandangan kita mengenai manusia, mengenai nilai, terletak di dalam cara berfikir kita, didalam moral kita dan didalam ilmu kita yang banyak keliru dalam menata kebersamaan kehidupan sebagai sebuah bangsa.

Kalau anda menaruh tanaman di dalam rumah di dekat jendela, anda perhatikan tanaman itu akan cenderung mengarah ke cendela, cenderung mencari sumber cahaya. Burung-burung di kutub dan di tempat lain pada musim tertentu, berhijrah dari tempat yang pada musim tertentu kurang mengandung makanan dan kesehatan baginya. Mereka melintasi benua-benua, mereka mencari tempat yang lebih menyehatkan dan mensejahterekan mereka. Tanaman dan burung saja mengerti bagaimana berhijrah dari kegelapan menuju cahaya.

Reformasi semestinya hijarah dari kegelapan menuju cahaya. Berhijrah dari hati yang beku kepada hati yang lembut dan lunak kepada saudara-saudaranya. Berhijrah dari fikiran yang tidak adil menuju fikiran yang boyektif yang menyelamatkan semua orang. Berhijrah dari kedengkian menuju kasih sayang. Berhijrah dari kebencian menuju cinta. Berhijrah dari egoisme menuju kebersamaan. Berhijrah dari ketidaktertataan menuju tatanan-tatanan, shof-shof yang baik sebagai masyarakat, oraganisasi dan manajemen yang baik sebagai sebuah bangsa. Berhijrah dari kegelapan menuju cahaya.

Itulah yang harus kita lakukan bersama-sama dan sendiri-sendiri berangkat dari ketulusan hati kita sendiri dan dari keadilan fikiran kita masing-masing.


Gerhana Rembulan

Gerhana rembulan hampir total.

Malam gelap gulita.

Matahari berada pada satu garis dengan bumi dan rembulan.

Cahaya matahari yang memancar ke rembulan tidak sampai ke permukaan rembulan karena ditutupi oleh bumi sehingga rembulan tidak bisa memantulkan cahaya matahari ke permukaan bumi.

Matahari adalah lambang Tuhan, cahaya matahari adalah rahmat nilai kepada bumi yang semestinya dipantulkan rembulan.

Remblan adalah para kekasih Allah, para Rasul, para Nabi, para Ulama, para Cerdik Cendekia, para Pujangga dan siapapun saja yang memantulkan cahaya matahari atau nilai-nilai Allah untuk mendayagunakannya di bumi.

Karena bumi menutupi cahaya matahari, maka malam gelap gulita.
Dan didalam kegelapan segala yang buruk terjadi. 

Orang tidak bisa menatap wajah orang lainnya secara jelas, orang menyangka kepala adalah kaki, orang menyangka utara adalah selatan.
Orang bertabrakan satu sama lain.
Orang tidak sengaja menjegal satu sama lain atau bahkan sengaja saling menjegal satu sama lain.

Di dalam kegelapan orang tidak punya pedoman yang jelas untuk melangkah, akan kemana melangkah dan bagaimana melangkah.

Ilir-ilir, kita memang sudah 'ngelilir' kita sudah bangun sudah bangkit bahkan kaki kita sudah berlari  kesana-kemari namun akal fikiran kita belum, hati nurani kita belum.

Kita masih merupakan anak-anak dari orde yang kita kutuk di mulut namun ajaran-ajarannya kita biarkan hidup subur didalam aliran darah dan jiwa kita.
Kita mengutuk perampok dengan cara mengincarnya untuk kita rampok balik.
Kita mencerca maling dengan penuh kedengkian kenapa bukan kita yang maling.
Kita mencaci penguasa lalim dengan berjuang keras untuk bisa menggantikannya.
Kita membenci para pembuat dosa besar dengan cara setan yakni melarangnya untuk insyaf dan bertaubat.
Kita memperjuangkan gerakan anti penggusuran dengan cara menggusur.
Kita menolak pemusnahan dengan merancang pemusnahan-pemusnahan.
Kita menghujat para penindas dengan riang gembira sebagaimana iblis yakni kita halangi usahanya untuk memperbaiki diri.
 

Siapakah selain Setan, Iblis dan Dajjal yang menolak khusnul khotimah manusia, yang memblokade pintu surga, yang menyorong mereka mendekat ke pintu neraka?

Sesudah ditindas kita menyiapkan diri untuk menindas.
Sesudah diperbudak kita siaga untuk ganti memperbudak.
Sesudah dihancurkan kita susun barisan untuk menghancurkan.


Yang kita bangkitkan bukan pembaharuan kebersamaan melainkan asiknya perpecahan.
Yang kita bangun bukan nikmatnya kemesraan tapi menggelegaknya kecurigaan.
Yang kita rintis bukan cinta dan ketulusan melainkan prasangka dan fitnah.
Yang kita perbarui bukan penyembuhan luka melainkan rencana-rencana panjang untuk menyelenggarakan perang saudara.
Yang kita kembangsuburkan adalah kebiasaan memakan bangkai saudara-saudara kita sendiri.
 

Kita tidak memperluas cakrawala dengan menabur cinta melainkan mempersempit dunia kita sendiri dengan lubang-lubang kebencian dan iri hati.


Pilihanku dan pilihanmu adalah apakah kita akan menjadi bumi yang mempergelap cahaya matahari sehinģga bumi kita sendiri tidak akan mendapatkan cahayanya, atau kita berfungsi menjadi rembulan, kita sorong diri kita bergeser ke alam yang lebih tepat agar kita bisa dapatkan sinar matahari dan kita pantulkan nilai-nilai Tuhan itu kembali ke bumi.