Senin, 18 Januari 2016

Sinetron Masa Kini

SINETRON SERBA "‪#‎KEBETULAN‬".

Kebetulan hari Kamis 14 Januari 2016.

Kebetulan Jam 10 pagi.

Kebetulan ada travel warning dari kedubes AS terhadap warganya di Indonesia.

Kebetulan ada serangan teroris.

Kebetulan yang diserang bukan objek vital, cuma pos polantas.

Kebetulan mereka menyerang kafe tempat nongkrong, meskipun banyak tempat lain yang lebih
bernilai tinggi.

Kebetulan Jokowi tak lagi di Jakarta.

Kebetulan disitu ada petugas Polairud yang berpangkat AKBP, kemudian mendadak jadi superhero di TV.

Kebetulan terorisnya 'kere', jadi cuma bersenjatakan pistol rakitan.

Kebetulan juga membawa bom yang mirip bom ikan, daya ledaknya juga setara dengan bom ikan. Tanpa detonator, pake sumbu kaya petasan.

Kebetulan terorisnya 'bodoh', mejeng ditengah jalan sambil nembakin senjata. Mungkin dia minta difoto.

Kebetulan banyak wartawan disitu, jadi setiap momen penting berhasil diabadikan.

Kebetulan banyak orang yang merekam aksi serangan dari spot yang strategis dan dapet 'angle' yang tepat. Sehingga rekaman jika digabungkan jadi film dengan durasi singkat.

Kebetulan semua kegiatan teroris bisa 'terekam' mulai dari persiapan serangan sampai akhir episode sinetron ini.

Kebetulan ada penangkapan politisi partai kebo dungu yang ditangkap KPK, bahkan sampe mobil mewahnya ikut disita KPK.

Kebetulan juga menteri yang merangkap staf khusus Freeport beraksi hari itu juga. Melakukan divestasi saham dan perpanjangan kontrak dengan Freeport.

Kebetulan lagi ngetrend ancaman serangan ISIS.

Kebetulan masyarakat nggak sadar, ketika Kapolda belum tau nama pelaku, tapi Kapolda bisa menerawang bahwa motif serangan terkait ISIS.

Kebetulan keesokan harinya ada e-mail dari 'ISIS' dengan 3 bahasa berbeda, Bahasa Inggris-Arabic-Bahasa Indonesia.

Kebetulan ngirimnya pake jalur telegram. Saya kira via ATM..

Kebetulan ngirimnya ke kantor berita REUTERS, biasanya ke Al-Jazeera atau lainnya.

Kebetulan surat pernyataan dari 'ISIS' itu dikirim saat publik mulai mempertanyakan kebenaran teori penerawangan dari Kapolda terkait pihak yang bertanggungjawab atas serangan itu.

Kebetulan surat 'ISIS' tersebut datang saat publik menanyakan bukti keterlibatan 'ISIS'.

Kebetulan BIN keceplosan bilang kalo teror Sarinah tak terkait ISIS.

Kebetulan polisi lagi sibuk mempercepat episode mengumpulkan alat bukti, maklum kejar tayang nih..

Kebetulan rakyat udah cukup cerdas menilai, bahwa 'sinetron' ini cuma pengalihan isu.

Kebetulan juga saya udah capek ngetik mulu dari tadi, jadi saya ucapkan SEKIAN dan TERIMAKASIH.

Sumber : https://web.facebook.com/Sejati/?fref=photo

Selasa, 01 September 2015

Kolam Susah

Link Asli : https://youtu.be/Gr3wLOwD0SQ


Pengaalan lirik lagu di video.


Bukan lautan hanya kolam susah
Indonesia selalu banyak masalah
Dari kasus KKN sampai Narkoba
Dari maluku sampai malu semua

Bukan lautan hanya kolam susah
Tanah adat terjadi huru hara
Apa sebab apa sebabnya kenapa
Katanya rakyat kecil minta merdeka

Orang bilang tanah kita tanah surga
Kok korupsi dan kolusi membudaya
Orang bilang negri ini reformasi
Kok masih banyak tikus-tikus berdasi

Ini salah siapa ini dosa siapa?
Anda nggak bisa jawab kami pun geleng kepala



Rabu, 20 Mei 2015

Reformasi


Masalah-masalah besar yang menimpa kita sebagai manusia, sebagai warga negara, sebagai rakyat Indonesia, sebagai kumpulan masyarakat. Tidak terutama terletak di toko-toko yang terbakar, tidak terutama terletak pada ratusan manusia yang dibantai dan terusir keluar kampung halamannya, tidak terutama terletak pada bentrok terus menerus yang terjadi di berbagai tempat, juga tidak terletak di pedang yang diacung-acungkan atau barangkali peluru yang ditembakkan.

Masalah yang besar itu terutama sesungguhnya terletak di dalam kepala dan dada kita sendiri, terletak di dalam cara kita menyikapi hidup, terletak di dalam pandangan kita mengenai manusia, mengenai nilai, terletak di dalam cara berfikir kita, didalam moral kita dan didalam ilmu kita yang banyak keliru dalam menata kebersamaan kehidupan sebagai sebuah bangsa.

Kalau anda menaruh tanaman di dalam rumah di dekat jendela, anda perhatikan tanaman itu akan cenderung mengarah ke cendela, cenderung mencari sumber cahaya. Burung-burung di kutub dan di tempat lain pada musim tertentu, berhijrah dari tempat yang pada musim tertentu kurang mengandung makanan dan kesehatan baginya. Mereka melintasi benua-benua, mereka mencari tempat yang lebih menyehatkan dan mensejahterekan mereka. Tanaman dan burung saja mengerti bagaimana berhijrah dari kegelapan menuju cahaya.

Reformasi semestinya hijarah dari kegelapan menuju cahaya. Berhijrah dari hati yang beku kepada hati yang lembut dan lunak kepada saudara-saudaranya. Berhijrah dari fikiran yang tidak adil menuju fikiran yang boyektif yang menyelamatkan semua orang. Berhijrah dari kedengkian menuju kasih sayang. Berhijrah dari kebencian menuju cinta. Berhijrah dari egoisme menuju kebersamaan. Berhijrah dari ketidaktertataan menuju tatanan-tatanan, shof-shof yang baik sebagai masyarakat, oraganisasi dan manajemen yang baik sebagai sebuah bangsa. Berhijrah dari kegelapan menuju cahaya.

Itulah yang harus kita lakukan bersama-sama dan sendiri-sendiri berangkat dari ketulusan hati kita sendiri dan dari keadilan fikiran kita masing-masing.


Gerhana Rembulan

Gerhana rembulan hampir total.

Malam gelap gulita.

Matahari berada pada satu garis dengan bumi dan rembulan.

Cahaya matahari yang memancar ke rembulan tidak sampai ke permukaan rembulan karena ditutupi oleh bumi sehingga rembulan tidak bisa memantulkan cahaya matahari ke permukaan bumi.

Matahari adalah lambang Tuhan, cahaya matahari adalah rahmat nilai kepada bumi yang semestinya dipantulkan rembulan.

Remblan adalah para kekasih Allah, para Rasul, para Nabi, para Ulama, para Cerdik Cendekia, para Pujangga dan siapapun saja yang memantulkan cahaya matahari atau nilai-nilai Allah untuk mendayagunakannya di bumi.

Karena bumi menutupi cahaya matahari, maka malam gelap gulita.
Dan didalam kegelapan segala yang buruk terjadi. 

Orang tidak bisa menatap wajah orang lainnya secara jelas, orang menyangka kepala adalah kaki, orang menyangka utara adalah selatan.
Orang bertabrakan satu sama lain.
Orang tidak sengaja menjegal satu sama lain atau bahkan sengaja saling menjegal satu sama lain.

Di dalam kegelapan orang tidak punya pedoman yang jelas untuk melangkah, akan kemana melangkah dan bagaimana melangkah.

Ilir-ilir, kita memang sudah 'ngelilir' kita sudah bangun sudah bangkit bahkan kaki kita sudah berlari  kesana-kemari namun akal fikiran kita belum, hati nurani kita belum.

Kita masih merupakan anak-anak dari orde yang kita kutuk di mulut namun ajaran-ajarannya kita biarkan hidup subur didalam aliran darah dan jiwa kita.
Kita mengutuk perampok dengan cara mengincarnya untuk kita rampok balik.
Kita mencerca maling dengan penuh kedengkian kenapa bukan kita yang maling.
Kita mencaci penguasa lalim dengan berjuang keras untuk bisa menggantikannya.
Kita membenci para pembuat dosa besar dengan cara setan yakni melarangnya untuk insyaf dan bertaubat.
Kita memperjuangkan gerakan anti penggusuran dengan cara menggusur.
Kita menolak pemusnahan dengan merancang pemusnahan-pemusnahan.
Kita menghujat para penindas dengan riang gembira sebagaimana iblis yakni kita halangi usahanya untuk memperbaiki diri.
 

Siapakah selain Setan, Iblis dan Dajjal yang menolak khusnul khotimah manusia, yang memblokade pintu surga, yang menyorong mereka mendekat ke pintu neraka?

Sesudah ditindas kita menyiapkan diri untuk menindas.
Sesudah diperbudak kita siaga untuk ganti memperbudak.
Sesudah dihancurkan kita susun barisan untuk menghancurkan.


Yang kita bangkitkan bukan pembaharuan kebersamaan melainkan asiknya perpecahan.
Yang kita bangun bukan nikmatnya kemesraan tapi menggelegaknya kecurigaan.
Yang kita rintis bukan cinta dan ketulusan melainkan prasangka dan fitnah.
Yang kita perbarui bukan penyembuhan luka melainkan rencana-rencana panjang untuk menyelenggarakan perang saudara.
Yang kita kembangsuburkan adalah kebiasaan memakan bangkai saudara-saudara kita sendiri.
 

Kita tidak memperluas cakrawala dengan menabur cinta melainkan mempersempit dunia kita sendiri dengan lubang-lubang kebencian dan iri hati.


Pilihanku dan pilihanmu adalah apakah kita akan menjadi bumi yang mempergelap cahaya matahari sehinģga bumi kita sendiri tidak akan mendapatkan cahayanya, atau kita berfungsi menjadi rembulan, kita sorong diri kita bergeser ke alam yang lebih tepat agar kita bisa dapatkan sinar matahari dan kita pantulkan nilai-nilai Tuhan itu kembali ke bumi.

Jumat, 24 April 2015

Sorga Neraka di Kaki Ibu

Ibu saya berkata: “Sorga berada di bawah telapak kaki Ibu itu artinya bukan bahwa Ibumu ini berkuasa atasmu, sehingga tidak ada kebaikan bagimu kecuali mematuhi apa saja kata Ibu kepadamu”.

“Sorgamu ada di kakiku, Nak. Jadi amanat Tuhan kepada Ibumu sangat berat. Ibu wajib mensorgakan hidupmu. Ibumu harus memproses kesorgaanmu di dunia dan akhirat. Ibumu wajib bersikap terbuka dan adil agar engkau bisa merundingkan masa depan sorgamu sebaik-baiknya”.

“Sorga di kakiku ini disediakan untukmu, Nak. Tapi neraka di kakiku disediakan buat kita berdua.

Kalau tak kusediakan pendidikan jalan ke sorga untukmu, Ibumu tercampak ke dalam neraka. Kalau hati Ibumu marah atau sakit hati kepadamu tanpa dasar yang Tuhan merelakannya, maka neraka bukan untukmu, melainkan untuk Ibumu”.

“Nak, kalau Ibumu menyediakan jalan neraka bagimu, ingatkanlah aku. Namun kalau kusediakan jalan sorga bagimu, engkau wajib patuh kepadaku”.



 • 

Syair Tukang Bakso


Sebuah pengajian yang amat khusyuk di sebuah masjid kaum terpelajar, malam itu, mendadak terganggu oleh suara dari seorang tukang bakso yang membunyikan piring dengan sendoknya.

Pak Ustad sedang menerangkan makna khauf, tapi bunyi ting-ting-ting-ting yang berulang-ulang itu sungguh mengganggu konsentrasi anak-anak muda calon ulil albab yang pikirannya sedang bekerja keras.

“Apakah ia berpikir bahwa kita berkumpul di masjid ini untuk berpesta bakso!” gerutu seseorang.

“Bukan sekali dua kali ini dia mengacau!” tambah lainnya, dan disambung — “Ya, ya, betul!”

“Jangan marah, ikhwan,” seseorang berusaha meredakan kegelisahan, “ia sekedar mencari makan….”

“Ia tak punya imajinasi terhadap apa yang kita lakukan!” potong seseorang yang lain lagi.

“Jangan-jangan sengaja ia berbuat begitu! Jangan-jangan ia minan-nashara!” sebuah suara keras.

Tapi sebelum takmir masjid bertindak sesuatu, terdengar suara Pak Ustadz juga mengeras: “Khauf, rasa takut, ada beribu-ribu maknanya. Manusia belum akan mencapai khauf ilallah selama ia masih takut kepada hal-hal kecil dalam hidupnya. Allah itu Mahabesar, maka barangsiapa takut hanya kepadaNya, yang lain-lain menjadi kecil adanya.”

“Tak usah menghitung dulu ketakutan terhadap kekuasaan sebuah rezim atau peluru militerisme politik. Cobalah berhitung dulu dengan tukang bakso. Beranikah Anda semua, kaum terpelajar yang tinggi derajatnya di mata masyarakat, beranikah Anda menjadi tukang bakso? Anda tidak takut menjadi sarjana, memperoleh pekerjaan dengan gaji besar, memasuki rumah tangga dengan rumah dan mobil yang bergengsi: tapi tidak takutkah Anda untuk menjadi tukang bakso? Yakni kalau pada suatu saat kelak pada Anda tak ada jalan lain dalam hidup ini kecuali menjadi tukang bakso? Cobalah wawancarai hati Anda sekarang ini, takutkah atau tidak?”

“Ingatlah bahwa tak seorang tukang bakso pun pernah takut menjadi tukang bakso. Apakah Anda merasa lebih pemberani dibanding tukang bakso? Karena pasti para tukang bakso memiliki keberanian juga untuk menjadi sarjana dan orang besar seperti Anda semua.”

Suasana menjadi senyap. Suara ting-ting-ting-ting dari jalan di sisi halaman masjid menusuk-nusuk hati para peserta pengajian.

“Kita memerlukan baca istighfar lebih dari seribu kali dalam sehari,” Pak Ustadz melanjutkan, “karena kita masih tergolong orang-orang yang ditawan oleh rasa takut terhadap apa yang kita anggap derajat rendah, takut tak memperoleh pekerjaan di sebuah kantor, takut miskin, takut tak punya jabatan, takut tak bisa menghibur istri dan mertua, dan kelak takut dipecat, takut tak naik pangkat… Masya Allah, sungguh kita masih termasuk golongan orang-orang yang belum sanggup menomorsatukan Allah!” 



18 Februari 2014

Kurikulum Curang

Saya tak berani memastikan apakah kecurangan termasuk ke dalam kurikulum pelajaran atau pelatihan sepakbola. Tapi setidaknya pendidikan ini tentu dilakukan secara ekstra kurikuler. Setidaknya setiap pemain belajar secara diam-diam, membawa ‘buku kecurangan’, terutama para pemain yang merasa berbakat menjadi ‘petugas pembunuh’.

Jangankan sepakbola, sedangkan Sekolah atau Universitas saja tidak punya urusan dengan kejujuran atau kecurangan. Dunia akademis hanya mengkaitkan diri dengan tahu dan tidak tahu, mengerti dan tidak mengerti, serta pintar atau bodoh.

Adapun jujur atau baik, bukan urusan ilmiah. 



 •