Cerita
ini saya tulis berdasarkan apa yang saya lihat dan saya rasakan selama di Kota
Malang. Satu hal yang membuat saya menulis pengalaman ini adalah agar saya
selalu mengenang apa yang telah saya alami di Kota ini. Dan lebih lagi agar
saya dapat selalu menyebut nama Allah dan bersyukur kepadanya disaat saya
mengingat cerita ini.
Pertama kali masuk ke Kota Malang
saya tidak merasakan perbedaan dari Kota asal saya yaitu Kota Tuban, hanya
keramaianlah yang membedakan antara Tuban dan Malang. Di Kota Malang memang
tampak lebih ramai dari Kota Tuban. Tapi ada juga beberapa hal yang membuat
Kota Malang menjadi berbeda ketimbang Kota Tuban yaitu suhu dan kondisi kota.
Suhu di Malang memang lebih sejuk dibandingkan dengan Tuban tapi jika
dibandingkan dengan suhu di rumah tempat tinggal saya memang tidak berbeda jauh
karena saya tinggal di daerah pedesaan saat di Tuban. Kondisi Kota Malang juga
kelihatan lebih indah dengan pemandangan gungung dan alam yang tampak hijau
dengan pepohonan di pinggir-pinggir jalan. Hal inilah yang membuat Kota Malang
disebut sebagai Kota Bunga.
Disamping kotanya yang kelihatan
indah nan asri, Kota Malang juga memiliki banyak tempat-tempat wisata yang
sangat menarik untuk dikunjungi, mulai dari wisata siang sampai wisata malam.
Selain itu, Kota Malang juga merupakan Kota Pendidikan. Banyak tempat-tempat
pendidikan di Kota ini mulai dari Taman Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi,
dari yang Swasta sampai yang Negri.
Kota Malang yang indah dengan
ciri khasnya juga tak luput dari tindak kejahatan (kriminalitas). Mulai dari “geng
motor”, pencuri, perampok dan berbagai jenis kejahatan lainnya. Yang paling
mencengangkan dan mengerikan bagi saya adalah tindak kejahatan perampokan dan
pembunuhan serta pencurian. Pada bulan Februari sampai Bulan Maret yang lalu,
ada banyak kejadian yang membuat saya menjadi takut hidup di Kota seindah Kota
malang. Kejadian tersebut yaitu kejadian perampokan dan pembunuhan. Dari berita
yang saya tau saat itu ada tiga kejadian serupa dan itu terjadi di wilayah
sekitar tempat saya tinggal. Ketika itu Kota Malang yang indah ini tidak terasa
lagi keindahannya, setiap hari bahkan setiap jam terdengar suara sirine dari
mobil polisi yang melakukan pengamanan. Hal ini terjadi hingga kurang lebih
selama 2 minggu.
Tak lama setelah kejadian
menyedihkan itu, terjadi pula beberapa kejadian yang bahkan membuat banyak orang
was-was terutama saat tidur, baik di malam maupun siang hari. Kejadian tersebut
tak lain dan tak bukan yaitu pencurian sepeda motor dan barang-barang berharga
lainnya. Berdasarkan informasi yang saya dapatkan, dalam kurun waktu 1 minggu
tak kurang dari 10 sepeda motor hilang. Kejadian ini juga membuat diri saya
menjadi ketakutan. Bahkan teman satu kost saya juga mengalami kejadian yang
sama, namun dia bukannya kehilangan sepeda motor tetapi kehilangan Laptop dan
semua barang yang ada di dalam tas ransel yang biasa ia pakai saat kuliah
maupun saat pulang kampung. Di dalam tas itu terdapat laptop, HP, flasdisk,
dompet dan barang berharga lainnya termasuk kartu ATM dan KTM.
DI atas adalah beberapa kejadian
yang mengerikan. Namun, dari kejadian itu ada yang lebih mengerikan bagi saya
yaitu banyak orang-orang tua yang saya perkirakan usianya lebih dari 80 tahun
berkeliaran di jalanan. Ada yang mencari rongsokan, ada juga yang mengemis,
mengamen, berjualan dan lainnya. Tapi yang membuat hati saya miris adalah ada
seorang nenek yang sudah sangat tua, kira-kira berumur lebih dari 90 tahun
berada di jalanan bersama dengan seorang cucu laki-laki yang saya perkirakan
baru berusia sekitar 5-6 tahun. Setiap pagi disaat saya membeli nasi untuk menu
sarapan, saya selalu melihat nenek dan cucunya itu berada di pinggir jalan di
trotoar di bawah pohon yang menjadi tempat ia berteduh. Disaat siang hingga
malam hari nenek itu tidak lagi berada di tempat itu. Setiap melihat nenek itu,
saya selalu ingin meneteskan air mata tetapi dari situ saya sadar bahwa keterbatasan
tidak mempengaruhi semangat untuk hidup. Usia yang sudah senja tidak membuat
nenek itu menyerah menjalani kerasnya hidup di dunia ini.
Yang baru saja saya lihat pada
saat saya pulang kuliah adalah seorang nenek yang saya perkirakan usianya sama
dengan nenek yang pertama tadi sedang berjualan pisang di sebuah lapak di
pinggir jalan dekat dengan perempatan jalan. Sama seperti halnya nenek yang
pertama, nenek ini juga mengarungi hidupnya dengan berada di pinggir jalan dari
pagi hingga malam. Tapi nenek yang satu ini nasibnya sedikit lebih beruntung
dibandingkan dengan nenek yang sebelumnya tadi. Nenek ini memiliki buah yang
saya lihat adalah pisang untuk dijual sedangkan nenek yang sebelumnya hanya
mengandalkan belas kasihan orang lain. Memang saya tidak tahu pasti alamat
nenek itu, tapi melihat nenek itu sendirian di pinggir jalan itu membuat saya seakan merasa bahwa saya
adalah orang yang sangat-sangat beruntung hidup di dunia dengan segala apa yang
sudah diberikan Tuhan kepada saya.
Disaat banyak orang-orang seperti
nenek diatas kelaparan di jalanan, justru banyak orang yang menyia-nyiakan kesempatan
dan kelebihan yang mereka miliki. Saya lihat banyak orang menghambur-hamburkan
apa yang ia miliki untuk melakukan kegiatan yang kurang bermanfaat. Tidak
sedikit pula orang yang memiliki harta dan kelebihan lainnya malah menggunakan
kelebihan itu untuk melakukan hal yang tidak sepatutnya untuk dilakukan.
Dari kehidupan dua sosok nenek
yang tegar itu, saya mendapat pelajaran yang sangat berharga dalam hidup saya.
Saya sadar bahwa kehidupan tidak dapat dijalani hanya dengan berpangku tangan.
Apalagi selama ini saya masih bergantung kepada orang tua. Dari nenek itu pula
yang menjadikan saya sebagai seorang yang lebih kuat dan lebih mensyukuri atas
apa yang telah diberikan oleh Tuhan kepada saya dan keluarga saya. Saya sudah
berubah menjadi orang yang lebih bisa mensyukuri pemberian Tuhan dan lebih bisa
untuk tidak menghambur-hamburkan apa yang telah Tuhan berikan.
Alhamdulillahirrobilalamiin. . .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar